- Materi: Sumber-Sumber Hukum Islam
Pertemuan: Ketiga
Kelas: X IPA 6&4
Pengertian Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang artinya mencurahkan tenaga, bersungguh-sungguh. Menurut istilah, ijtihad artinya berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu persoalan yang tidak ada ketetapan hukumnya, baik dalam al-Qur'an maupun hadits. Orang yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid.
· Syarat-syarat Berijtihad
Ijtihad bukan masalah yang mudah, karenanya seorang mujtahid harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Adapun persyaratannya sebagai berikut;
1) Orang Islam, dewasa, sehat akalnya serta memiliki kecerdasan.
2) Memahami ulumul Qur'an dan ulumul hadits terutama yang berkaitan dengan masalah hukum-hukum, asbabun nuzul, nasikh mansukh, tarikh, musthalah hadits, asbabul wurud, matan hadits, tingkatan hadits dan kedudukan serta hal ikhwal perawinya.
3) Memahami bahasa Arab dengan segala kelengkapannya.
4) Memahami ilmu usulul fiqih (pokok-pokok fiqih)
5) Memahani masalah ijma' atau pendapat ulama' terdahulu
6) Hal yang diijtihadkan merupakan persoalan yang tidak ada dalil qath'inya dalam Al-Qur'an atau hadits.
· Kedudukan dan Fungsi Ijtihad
Kedudukan dan fungsi ijtihad sebagai berikut;
§ Ijtihad merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur'an dan hadits
§ Ijtihad merupakan sarana untuk menyelesaikan persoalan-persoalan baru yang muncul dengan berpedoman pada Al-Qur'an dan hadits
§ Ijtihad merupakan salah satu cara yang disyari'atkan untuk menyelesaikan permasalahan social dan kenegaraan dengan ajaran-ajaran Islam.
§ Ijtihad merupakan wadah untuk mencurahkan pikiran-pikiran kaum muslimin.
· Bentuk-bentuk Ijtihad
Ijtihad dibedakan menjadi beberapa bentuk
§ Ijmak yaitu kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum suatu masalah yang belum diterangkan dalam Al-Qur'an dan hadits.
§ Qiyas yaitu menyamakan permaslahan yang terjadi dengan masalah lain yang sudah ada hukumnya karena ada kesamaan sifat atau alasan.
Contoh: Hukum minuman keras diqiyaskan dengan khamar. Karena keduanya ada kesamaan sifat yaitu sama-sama memabukkan.
§ Istihsan yaitu menetapkan hukum suatu masalah yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur'an dan hadits, yang didasarkan atas kepentingan/kemaslahatan umum.
§ Istishab yaitu meneruskan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan karena suatu dalil sampai ada dalil lain yang merubah kedudukan hukum tersebut.
§ Istidlal yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan yang tidak disebutkan secara rinci dalam Al-Qur'an atau hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat.
§ Maslahah mursalah yaitu perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan sesuai dengan maksud syara' dan hukumnya tidak diperoleh dari dalil secara langsung dan jelas.
Contoh: Peraturan lalu lintas.
§ Urf yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok orang, baik dalam ucapan ataupun perbuatan.
§ Zara'i yaitu perbuatan yang menjadi jalan untuk mencapai maslahah atau menghilangkan madarat.
§ HUKUM TAKLIFI
Hukum taklifi adalah hukum yang menjelaskan tentang perintah, larangan, dan pilihan untuk menjalankan sesuatu atau meninggalkannya. Contoh hukum yang menunjukkan perintah, seperti mendirikan shalat, membayar zakat, berhaji ke Baitullah bagi yang mampu dan lain sebagainya.
Firman Allah SWT:
Artinya: "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat…" (QS. Al-Baqarah: 110)
Hukum yang menunjukkan larangan, seperti memakan harta benda orang lain dengan cara batil. Firman Allah SWT.;
Artinya: "Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil …" .(QS. Al-Baqarah: 188)
Hukum yang menunjukkan takhyir (pilihan), seperti makan, minum, tidur, bepergian dan juga ziarah kubur. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.;
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ ْالقُبُوْرِ فَزُوْرُهَا (رواه أحمد ومسلم وأصحاب الستن)
Artinya: "(dulu) aku melarang kalian untuk ziarah kubur. (tapi sekarang) pergilah kalian untuk berziarah kubur." (HR. Ahmad, Muslim dan Ashabus sittin)
Hukum tersebut berlaku bagi setiap muslim mukalaf, yaitu muslim yang sudah harus mempertanggungjawabkan atas perbuatannya. Hukum taklif, sebagaimana dalam ilmu fiqih dapat digolongkan menjadi 5 (lima), yaitu:
· Wajib/fardhu atau Al-Wujub (perintah yang harus dikerjakan) yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan mendapat dosa.
Dari segi pelaksanaannya wajib itu dibagi menjadi dua;
o Wajib 'ain (fardhu 'ain) yaitu perbutan yang harus dikerjakan setiap orang yang mukalaf. Seperti shalat lima waktu, puasa ramadhan dan birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua)
o Wajib kifayah (fardhu kifayah) yaitu perbuatan yang harus dilakukan oleh sekelompok muslim, apabila perbuatan itu sudah dilakukan oleh sebagian muslim maka sebagian yang lainnya tidak dikenai kewajibannya.
· Sunnah atau Al-Mandub (anjuran) yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila tidak kerjakan tidak berdosa.
Sunnah ditinjau dari kekuatan anjurannya dibagi menjadi dua;
o Sunah muakadah yaitu perbuatan yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiap individu muslim, seperti shalat rawatib, shalat tarawih, shalat hari raya, dll.
o Sunah ghairu muakadah yaitu sunah biasa maksudnya perbuatan yang tidak begitu dianjurkan untuk dilakukan.
· Haram atau Al-Hurmah (larangan) yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat dosa, tetapi jika ditinggalkan mendapat pahala, seperti berzina, mencuri.
· Makruh atau Al-Karohah (sesuatu yang tidak disukai) yaitu perbuatan yang lebih baik ditinggalkan, jika tidak lakukan juga tidak berdosa.
Hukum makruh terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
o Makruh tahrim, yaitu larangan yang pasti yang didasarkan pada dalil dzanni (dalil yang masih mengandung keraguan).
o Makruh tanzih, yaitu suatu larangan syara', tetapi larangan tersebut tidak bersifat pasti karena tidak ada dalilnya. Menurut pendapat ahli fiqih pelaku makruh tidaklah tercela, sedangkan orang yang meninggalkannya adalah terpuji.
· Mubah atau Al-Mubahah (boleh) yaitu suatu perbuatan yang tidak ada dosa atau pahala bagi yang mengerjakan atau meninggalkannya. Misalnya seperti makan, minum, tidur.
§ IBADAH
Ibadah berasal dari kata عَبَدَ – يَعْبُدُ - عِبَادَةً yang artinya menyembah. Secara istilah ibadah adalah mengerahkan segenap kemampuan untuk menjalankan segala yang diperintahkan Allah dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya.
Kata ibadah juga berarti tunduk, patuh dan taat. Menurut Ibnu Taimiyah, ibadah adalah suatu ungkapan yang mencakup segala ucapan dan perbuatan baik yang lahir maupun yang batin yang dicintai dan diridhai Allah SWT. Upaya untuk membersihkan diri dari segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah SWT juga termasuk ibadah. Allah SWT melarang seorang hamba beribadah kepada selain-Nya karena perbuatan tersebut termasuk syirik.
a. Syarat Sah Ibadah.
Secara garis besar syarat sahnya ibadah terdiri dari dua macam, yaitu;
· Niat ikhlas hanya karena Allah.
Artinya: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus". (QS. Al-Bayyinah: 5)
[1] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
· Ittiba' rasul yaitu mengikuti tata cara beribadah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
مَنْ أَحْدَثَ فِىْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ (رواه البخارى ومسلم ) وَفِيْ رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
Rasulullah Saw. bersabda : "Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya (Islam), maka dia tertolak. (HR. Bukhori dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: "Siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak)."
b. Hikmah Ibadah
Adapun hikmah ibadah adalah sebagai berikut;
- Menjadi bukti adanya iman dalam diri seseorang.
- Menjadikan semakin bertambah iman seseorang.
- Menjadikan dekat seorang hamba kepada Allah SWT.
- Memperoleh ketenangan dan ketentraman jiwa.
- Mendapat derajat yang mulia di sisi Allah SWT.
- Melindungi diri dari perbuatan maksiat dan mungkar.
- Menjadi jalan untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
- Menjadi sebab mendapatkan kebahagiaan di akhirat atau masuk surga.
Komentar
Posting Komentar