Materi: Sumber-Sumber Hukum Islam
Pertemuan: Kedua
Kelas: 10 IPA 6&4
Pengertian Hadits
Hadits secara bahasa yaitu hadatsa-yuhaditsu-haditsan yang artinya kabar atau sesuatu yang baru. Hadits menurut istilah yaitu segala ucapan, perbuatan dan ketetapan atau persetujuan yang bersumber dari nabi Muhammad saw. Termasuk juga dalam hadits yaitu himmah atau keinginan Nabi Saw. Hadits juga disebut sunnah. Dan Hadits berkedudukan sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an.
Hadits dilihat dari segi materinya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu;
o Hadits qauliyah yaitu hadits atas dasar perkataan/ucapan nabi Muhammad Saw.
o Hadits fi'liyah yaitu hadits atas dasar perbuatan yang dilakukan nabi Muhammad Saw.
o Hadits taqririyah yaitu hadits atas dasar persetujuan nabi Muhammad Saw. terhadap apa yang dilakukan para sahabatnya.
Adapun jika dilihat dari sedikit banyaknya perawi yang menjadi sumber berita, hadits itu terbagi menjadi dua macam, yaitu hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang dan memiliki banyak sanad) dan hadits ahad (diriwayatkan tidak banyak orang).
Para ulama membagi hadits dalam tiga tingkatan, yaitu;
1. Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, dan sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai Rasulullah Saw. dan tidak memiliki cacat (illat)
2. Hadits Hasan, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, dan tetapi kurang teliti, sanadnya bersambung sampai Rasulullah Saw., tidak memiliki cacat (illat) dan tidak berlawanan dengan orang yang lebih terpercaya.
3. Hadits Dhaif, yaitu hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih, dan juga tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan.
Hadits Ahad dilihat dari jumlah perawinya terbagi menjadi tiga macam:
a. Hadits Mashur, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih, dan belum mencapai derajat mutawatir.
b. Hadits Aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, walaupun perawi itu dalam satu tingkatan saja.
c. Hadits Gharib, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu orang rawi pada tingkatan maupun sanad.
§ Kedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan fungsi hadits nabi Muhammad Saw. dalm hokum Islam diantaranya sebagai berikut;
o Sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur'an.
Ada beberapa hukum yang tidak disebutkan ataupun dijelaskan dalm Al-Qur'an, kemudian Rasulullah saw. menambahkan hukum tersebut sebagai kaitan dengan hukum di dalam Al-Qur'an. Penambahan itu bias berbentuk penjelasan atau penjabaran dan dalil hukumnya bias bersifat wajib, sunah atau bahkan haram. Sebagai sumber hukum Islam kedua, hukum yang terkandung di dalam hadist juga wajib ditaati sebagaimana mentaati Al-Qur'an. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini:
Artinya: "Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya". (QS. Al-Hasyr: 7)
o Sebagai penguat hukum yang sudah disebutkan dalam Al-Qur'an.
Al-Qur'an dan hadits menjadi sumber hukum Islam yang saling mendukung dan menguatkan. Sebagai contoh, larangan menyekutukan Allah SWT sudah dijelaskan di dalam Al-Qur'an, tetapi dikukuhkan lagi di dalam hadits nabi.
o Sebagai penafsir atau penjelas hukum dalam Al-Quran.
Ayat-ayat Al-Qur'an yang masih bersifat umum dijelaskan dengan hadits Rasulullah Saw. misalnya, perintah shalat di dalam Al-Qur'an masih bersifat umum, belum ada penjelasan mengenai teknis dan sebagainya. Rasulullah Saw. melalui haditsnya menjelaskan tata cara melaksanakan dan hal-hal teknisnya, sehingga ummatnya tidak mengalami kesulitan untuk melaksanakan perintah tersebut.
o Hadist menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an
Hadits merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur'an, oleh karena itu hadits berkedudukan dan berfungsi menetapkan hukum suatu hal atau perkara yang tidak dijumpai di dalam Al-Qur'an. Sebagai contohnya, keharaman seorang laki-laki menikah dengan bibi istrinya secara bersamaan. Rasulullah bersabda, yang artinya: "dilarang mengumpulkan (mengawini bersama) seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ayahnya atau seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hal ini, Rasulullah Saw merupakan syari' atau berkapasitas sebagai pembuat hukum. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah SWT dalam surat An-Najm (53): 3-4.
Komentar
Posting Komentar